Sunday, July 26, 2015

Burung Perkutut dalam Filsafat Jawa

Penggemar perkutut di Indonesia umumnya orang dari suku Jawa, Madura, Bali, Lombok, Minang dan Cina. Khusus penggemar dari suku Jawa, penghayatan akan kesenangannya terhadap perkutut sangat mendalam. Perkutut alias kukilo menjadi pusat perhatian mereka yang menarik, karena tercantum sebagai lambang dalam ajaran filsafah Jawa “Hastabrata“, yang meliputi:
  • Karyo (pekerjaan)
  • Garwo (istri)
  • Wismo (rumah)
  • Curigo (keris)
  • Turonggo (kuda)
  • Kukilo (perkutut)
  • Waranggana (pesinden, penyanyi)
  • Pradonggo (gamelan)
Dari asas dasar falsafah inilah nilai nilai perkutut dalam kebudayaan Jawa berkembang, sehingga burung  ini dianggap penggemarnya memiliki nilai luhur yang lebih tinggi dari manusia biasa. Ditengah masyarakat Jawa, kegemaran memelihara perkutut banyak dilakukan oleh para pembesar dan pemuka masyarakat, pejabat pemerintahan, keluarga bangsawan, pdagang kaya, pengusaha, dokter, dan lain lain. Perkutut dikalangan mereka menjadi ajang prestise.

(img:1980433721282)

Melatih Kesabaran

Memelihara perkutut muda (piyikan, bakalan) sampai menjadi burung dewasa yang pandai manggung membutuhkan waktu lama (5-10 tahun) untuk perkutut lokal. Hal ini bagi pemelihara memberikan latihan bersikap sabar dan ulet.

Setiap perkutut memiliki temperamen berbeda beda terhadap kecocokan sangkar, makanan, tempat gantungan sangkar, dan lain lain. Hal ini berguna untuk melatih si pemelihara untuk bersikap teliti, awas, tahu kehendak dan berlaku halus terhadap makluk dan orang lain. Otomatis ia dilatih untuk membina diri untuk bersikap sabar dan ulet.

Cara pemeliharaan yang keliru, bisa membuat perkutut yang telah berbunyi mogok bernyanyi. Memulihkannya pasti membutuhkan waktu lama.

Menjalin hubungan baik

Dahulu lomba perkutut dilakukan orang pada musim sehabis panen padi (musim kemarau). Saat itu kesibukan bertani sangat berkurang. suatu kelompok penggemar perkutut melakukan lomba secara gotong royaong.
Kegiatan itu ternyata mencipta  hubungan yang erat dan harmonis antara pemuka masyarakat dengan bawahannya, disamping terjalinnya tali persaudaraan antara orang orang yang belum dikenal dan yang tinggal ditempat jauh. Selain itu juga menimbulkan pembinaan moral yang tinggi (saling menghargai, sportif, salaing mengerti), rasa kebersamaan dan senasib, saling tahu sifat dan kemampuan masing masing orang (mempertinggi sikap waspada), dan melatih diri agar bekelakuan positif.

Kalau ditarik kesimpulan, hobi memelihara perkutut bisa memberikan manfaat sebagai berikut:
  • Merangsang gairah menghargai dan mencintai alam, khususnya dunia perburungan.
  • Memperluas dan mempererat hubungan persaudaraan antar manusia, melatih berorganisasi dan disiplin.
  • Membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat lemah ekonomi seperti pengraji sangkar, petani penghasil makanan burung, dan pedagang burung.
  • Obyek hiburan untuk mengurangi kekosongan batin dan obat stres bagi memreka yang telah melakukan kerja keras atau sibuk melaksanakan tugas rutinnya.

Sajak Jawa

Untuk mengetahui betapa besar pengaruhperkutut terhadap kehidupan pemeliharanya bisa dilihat pada sajak Jawa, berikut terjemahannya.

INGON-INGON PERKUTUT NGEDOHI SETAN

Manawa kasawang saka ilmu jiwa
ingon-ingon manuk perkutut iku ora baen-baen,
sebab kajaba kalebu golongane “Seni Swara”,
ugoa mukarabi marang panggulawentah,
sarta bisa mahanani katentreman.

Priyayi kang seneng kekututan
daleme mesti tata-tertip,
patrap-patrap kang biyayakan,
rembug-rembug kang sora lan kasar,
mesti ora ana,
sakawit ya mung sabab pangeman marang sang kutut,
nanging ora njarak
jebul ndayani marang tata tertib.

Sapa kang ingon-ingon perkutut,
mesti tangi esuk,
sakawit ya mung tumuju marang sang perkutut,
bisaa nggantang ing sadurunge srengenge mletek,
nanging lawase lawas
dadi pakulinan … tangi esuk.

Dina minggu, liburan,
ora kluyuran mrana-mrene,
ora dolan-dolan kang tanpa gawe,
sakawit ya mung arep ngematake anggunge sang perkutut,
naging lawase lawas,
dadi pakulinan … jenak ana ndalem.

Pikolehe kang ceta,
ingon-ingon perkutut nyiyutake pandulu,
ngedohi setan
kang tansah nggegalak racak.

[Disarikan dari "Pangrumate Manuk Perkutut" dalam buku Tangguhe-Candrane lan Jamune Perkutut]

HOBI PIARA PERKUTUT MENJAUHI SETAN

Kalau ditilik dari suduk ilmu jima,
hobi piara perkutut bukan pekerjaaan remeh,
selain tergolong “seni suara”,
hobi itu bermanfaat untuk membina budi pekerti,
dan berpengaruh menciptakan ketenteraman hati.

Orang yang hobi piara perkutut,
suasana rumah tangganya pasti tertib,
sikap dan tindakan yang kurang baik,
kata-kata yang keras dan kasar,
pasti terbuang jauh dari rumah,
semula hanya karena rasa sayangnya terhadap perkututnya,
tetapi tidak terduga,
bisa berpengaruh besar terhadap timbulnya tata tertib
didalam rumah.

Siapa un yang hobi piara perkutut,
pasti rajin bangun pagi,
semula tindakan itu semata hanya teringat
pada perkututnya saja,
agar bisa menggantang burungnya sebelum matahari terbit,
tetapi lama kelamaan terbiasa untuk .. bangun pagi.

Hari Minggu, libur
penggemar perkutut tetap dirumah,
tidak pergi kemana-mana
tidak akan melakukan sesuatu yang tiada guna.
Semula tindakan itu berpangkal hanya
ingin menikmati suara perkututnya.
Tetapi lama-kelamaan terbiasa betah tinggal dirumah.

Hasil nyata
hobi piara perkutut bisa membebaskan orang
dari keinginan yang tidak-tidak
dan menjauhkan pengaruh setan
yang senantiasa menggoda untuk berbuat
yang bukan-bukan.

--------- 
Sumber : Sarwono, B; Perkutut; Cetakan 17; Jakarta: Penebar Swadaya, 2000; halaman 3-7

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Burung Perkutut dalam Filsafat Jawa