Urusan makhluk hidup memang besar derajat ketidak pastiannya. Tapi sudah menjadi aturan alam (sunatullah) bahwa setiap makhluk berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas jenisnya karena didorong oleh naluri untuk bertahan hidup. Inilah yang terjadi secara naluriah dan terjadi lewat seleksi alam dan proses evolusi. Manusia sebagai makhluk utama di bumi juga sama halnya, tapi dengan cakupan yang lebih luas lagi karena melibatkan banyak komponen alam lainnya seperti lingkungan, hewan dan tanaman yang menjadi obyek hajat hidup manusia. Manusia menjadi penentu atas kriteria yang disebut sebagai kualitas unggulan. Jadi manusialah yang melakukukan seleksi atas hewan dan tumbuhan budidaya. Bangsa Babylonia ( 6000 Tahun lalu ), telah menyusun silsilah kuda untuk memperbaiki keturunannya. Bangsa China (beberapa abad SM) telah melakukan seleksi terhadap benih-benih padi untuk mencari sifat unggul tanaman itu. Di Amerika dan Eropa ( ribuan tahun lalu ), orang telah melakukan seleksi dan penyerbukan silang terhadap gandum dan jagung yang asalnya adalah rumput liar.
Sebagaimana halnya Murai Batu, awal mula sekali semua indukan berasal dari tangkapan hutan sebagai habitat asli alam liarnya. Murai batu hutan inilah yang kemudian disebut sebagai "bahan". Bahan ini yang awalnya hanya untuk dinikmati secara pribadi kemudian berkembang menjadi koleksi yang tersegmentasi menurut tujuannya; sebagai murai batu pajangan (collectible item) atau murai batu lapangan (championship item) untuk diadu dengan sesama MB hutan. Dari sinilah kemudian dirumuskan tentang kriteria tentang murai seperti apa yang layak disebut sebagai murai unggulan. "Murai Unggulan" inilah yang kemudian menjadi jawara di lomba kicau. Secara khusus yang disebut UNGGULAN dalam lomba kicau di Indonesia sangat mementingkan kualitas kicauan burung yang meliputi kriteria dasar pada 1. Irama dan materi lagu 2. Volume/karakter suara 3. Durasi kerja/stamina 4. Gaya main.
Menurut saya pribadi, kriteria 1 dan 2 diatas terkait dengan bakat individu dari masing-masing burung. Kekayaan materi lagu didasari oleh tingkat kecerdasannya. Sementara volume serta karakter suara juga sesuatu yang sudah nempel dari sonohnya meminjam istilah orang Jakarte. Sementara durasi dan gaya main lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkat ilmu rawatan sang perawat. Jadi bakat inilah yang menjadi dasar yang menentukan sejauh mana potensi individual MB bisa dimaksimalkan. Karena itulah makanya pejantan unggulan sering dikonotasikan langsung dengan pejantan jawara lomba, karena si jawara ini sudah terbukti mempunyai keunggulan yang terukur dari murai batu lain pesaingnya menurut kriteria yang sudah disepakati secara umum dikalangan lomba kicau. Yang diharapkan dari penangkaran MB jawara ini adalah genetika unggulannya bisa dilestarikan dan diwariskan sebagai bakat terpendam pada keturunannya nanti.
Proses penangkaran yang baik belum tentu hasilnya baik, tetapi setidaknya bisa diharapkan. Sebaliknya jika proses beternak yang sekedarnya, maka akan sangat bergantung pada faktor kebetulan dan keberuntungan saja. Proses berternak yang baik meliputi banyak hal seperti proses seleksi indukan, metode perjodohan, padu padan karakteristik indukan, fasilitas kandang, pengontrolan lingkungan kandang, setingan pakan, pemilihan supplemen danobat-obatan, tata laksana panen dan pasca panen, proses pembesaran, proses pemasteran dasar serta proses penyortiran kualitas fisik dan mental anakan. Cukup panjang dan berjenjang.
Untuk orientasi penangkaran Murai Batu dengan tujuan pada kualitas lomba kicau, Pacek/Pejantan Jawara/Unggulan biasanya mempunyai kelebihan atau keistimewaan yang menonjol. Dan ini bisa di cek secara kasat mata dengan melihat dari banyaknya piagam penghargaan yang sudah pernah diraih atau langsung memantau kinerjanya diarena lomba. Untuk pemain yang berpengalaman biasanya lebih mengandalkan keahliannya dalam melihat pada katurangga (ciri fisik tertentu). katurangga akan mencerminkan kriteria unggulan pada level volume suara, karakter suara, kecerdasan, gaya main dan mental si MB. Sementara lagu dan materi isian, dan daya tahan/durasi, kengototan akan terpantau langsung saat MB tersebut in action. Faktor panjang ekor, pola ekor, asal habitat dan kelangkaan adalah sebuah nilai tambah . Jadi secara garis besar kualitas murai batu jawara harusnya lebih baik dari pacek biasa. Hasil anakannya lebih bisa diharapkan mengikuti spesifikasi induknya.
Meskipun demikian tidak ada jaminan bahwa 100% akan menjadi MB Jawara mengikuti bapaknya karena Yang diturunkan oleh ayah, kakek, kakek buyut dan nenek moyang MB bukan KEMENANGANNYA melainkan sifat-sifat dan karakter unggulannya. Perlu dipahami KEMENANGAN itu tidak bisa diturunkan. Tapi genetika jawara yang terkandung pada MB itulah yang membuat perbedaan nilai. Senilai sebuah harapan dalam memastikan bahwa genetika unggul itu tersimpan dan menjadi sebuah potensi untuk dikembangkan oleh juragan yang cermat. Untuk menyederhanakannya, samalah dengan kita tidak bisa terlalu berharap punya anakan MB berekor panjang (epan)dari sepasang indukan MB ekor pendek (epen) walaupun dalam beberapa kasus ada anakan pasangan MB epan keluar anak epen dan ada MB anakan epan dari pasangan indukan MB epen. Tapi penyimpangan tersebut biasanya tidak banyak. Kalau di MB lomba, selain didasari bakat yang berasal dari genetika faktor "skill" sang juragan juga merupakan penentu yang penting.
Karena menurut saya, menang itu adalah ujung dari jalan panjang upaya sang juragan dalam memilih bahan yang bagus untuk dirawat, dilatih dan ditemukan setingan lombanya. Yang jelas juragan yang berpengalaman pasti tidak memilih murai batu bahan dengan asal-asalan saja. Teori bahwa pacek jawara lebih berpeluang menghasilkan anakan jawara dibanding pacek biasa saja, sudah banyak yang membuktikannya sendiri. Makanya banyak penangkar yang memburu MB Jawara yang bagus untuk di tangkarkan walau harganya sangat mahal.
Murai Batu bahan yang kita beli di pasar umum memiliki 2 kemungkinan; anakan dari pacek jawara hutan/tangkaran atau anakan dari pacek biasa. Karena tidak ketahuan trah dan silsilahnya, maka hal seperti ini kita anggap saja sebagai kebetulan sehingga tidak layak dijadikan sebagai bahan untuk diperdebatkan.
Ada orang-orang tertentu yang mampu memprediksi karakter murai batu melalui ciri-ciri fisiknya (bentuk kepala, paruh, leher, body, ekor dan kaki) atau biasa disebut katurangga. Tetap saja buat kalangan level "master" ini, mereka akan lebih memilih murai batu dengan katurangga sesuai kriteria mereka tapi sebisa mungkin yang terpercaya trahnya.
Menurut DR. Wim Peters, berdasarkan pengalamannya burung yang kinerjanya bagus hanya mampu menurunkan sekitar 10-20 % anak bagus. (www.merpati.org)
Menggunakan Indukan jawara yang jelas spesifikasinya dan jelas trahnya saja cuma bisa menghasilkan setidaknya 10% anakan yang bagus, bagaimana kalau kita pakai indukan yang tidak jelas spesifikasi dan tidak jelas trahnya? Jadi untuk breeder "Mulailah dengan bibit yang tepat dan ternak dengan metode benar, dan kemungkinan untuk berhasil menurunkan anakan yang berkualitas akan lebih besar".
Buat penghobi dan pemain pemula, mengawali hobi murai batu dengan murai batu hasil ternakan pasti lebih menyenangkan. Memang harga murai batu ring saat ini lebih mahal daripada murai batu hasil tangkapan hutan, tapi setidaknya akan mendapatkan kepuasan lebih karena secara langsung ikut berperan dalam konservasi alam liar. Dewasa ini sudah banyak bermunculan peternak MB yang serius dan punya konsep berternak yang bagus. Tinggal pilih saja yang sreg di hati dan pas dikantong. Happy Hunting :-)