Sunday, October 14, 2018

Penilaian Kontes Burung Berkicau Di Tanah Air

Pengertian kontes (contest) secara bahasa mengandung arti pertandingan / memperebutkan /memperjuangkan dan seterusnya. Kontestan (Contestant) adalah yang bertanding/yang ikut pertandingan.

Menurut KBBI, KICAU berarti bunyi burung (dalam hal ini adalah murai batu). Kicau juga mengandung makna berbunyi (mengeluarkan suara/lagu yang berirama). IRAMA adalah gerakan berturut-turut secara teratur atau turun naiknya lagu (bunyi) yang beraturan(ritme); dalam prosa dikatakan juga sebagai kemerduan bunyi, tentu saja dalam hal ini adalah bunyi yang dibawakan seekor burung (khususnya Murai Batu).



Jadi dapatlah kita ambil garis lurus bahwa yang dimaksud KONTES BURUNG BERKICAU (khususnya dalam hal ini murai batu) adalah pertandingan/perlombaan perihal bunyi yang berirama yang dibawakan seekor burung (terutama Murai Batu) untuk memperoleh nilai terbaik dalam memperebutkan hadiah sebagaimana yang telah disepakati/ditentukan.
Jadi dalam hal ini tidaklah mengandung unsur lain selain kicauan (bunyi burung) itu sendiri.

Adapun kemudian gaya kerja dan atau perilaku burung saat di dikonteskan di lapangan (nagen, naik turun tangkringan, turun ke perlak, lompat sana sini dan lain-lain) adalah BUMBU yang tidak seharusnya merubah jalannya penilaian sampai menghentikan penilaian, atau menjadi momok dalam penilaian juri (pakem EO tertentu) , tentu saja hal tersebut sudah terlepas dari hakikat Kontes Burung Berkicau. Kenapa hal tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam penilaian mereka? Berdasarkan sumber yang tidak bisa saya sebutkan di sini adalah agar MEMUDAHKAN dalam mencari nominasi-nominasi dalam suatu kontes yang dihadiri oleh banyak kontestan (burung), dengan menyisihkan (mendiskualifikasi) sebagian burung yang berperilaku seperti yang saya sebutkan di atas (merlak, ngeban-ngeban, mbatman dan lain sebagainya). Ironisnya ketika peserta kontes sedikit (kurang dari 10 misalnya) dengan tenaga juri 4-6 orang bahkan mungkin lebih, penilaian itupun tetap diberlakukan, bahkan peserta 3 ekor burungpun yang menang yang nagen dengan irama lagu yang sebenarnya tidak lebih baik dibandingkan dengan yang saat itu didiskualiafikasi karena turun ke perlak atau ngeban-ngeban.



Inilah yang akhirnya saya katakan penilaian kontes burung dewasa ini lebih bersifat SUBYEKTIF, bukan OBYEKTIF. Dalam hal ini seorang juri dituntut untuk memiliki ILMU dan KEJUJURAN dalam mencari pemenang dalam lomba burung berkicau. Bukan membebankan/seolah-olah memaksa kepada karakter alamiah burung saat fighting untuk diam di tempat. Karena bersama kita ketahui masing-masing burung (Murai Batu) memiliki ekspresi yang berbeda-beda dalam pertarungannya saat menghadapi lawan dan menumpahkan kicauannya.

Untuk itu alangkah arifnya andai mencari langkah atau metoda penilaian yang lebih obyektif, terarah dan mengapresiasi dari makna/hakikat KONTES BURUNG BERKICAU itu sendiri.
Adakah jalan keluarnya? Tentu saja saya yakin ada, dan perlu dibicarakan secara seksama antar pakar (pemerhati dan EO) burung berkicau tanah air demi mendapatkan keadilan dan atau kejujuran dalam penilaian lomba burung berkicau dan tidak semata-mata menonjolkan segi bisnisnya dengan mengesampingkan keberlanjutan kehidupan komunitas hobby itu sendiri yang jauh lebih sakral tentunya.

KEBENARAN hanya bisa disaksikan mereka yang BERILMU dan JUJUR (ADIL).
Ini sekadar refleksi saja atas apa yang berkembang di dunia kicau mania. 

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Penilaian Kontes Burung Berkicau Di Tanah Air